Tugas
Etika Bisnis
Jenis
Pasar, Latar Belakang Monopoli, Etika dalam Pasar Kompetetif
Kelompok
:
Apriliyani
Artiani
Chandra N
Devi
Trasisty
Liskha
Ayudira
Putri
Apriana
Wiwi
Setiawati
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Sebagaimana telah kita
ketahui bersama Pasar, yaitu salah satu tempat di mana adanya transaksi jual
beli atau penukaran secara Barter antara satu barang dengan barang yang
lainnya. Kemudian seperti pendapat Pakar para ahli ilmu ekonomi salah satunya
yaitu menurut Adam Smith telah menerangkan apabila setiap individu dalam
masyarakat diberi kebebasan untuk melakukan kegiatan ekonomi yang di inginkan
mereka maka kebebasan ini akan mewujudkan efesiensi yang tinggi dalam kegiatan
Ekonomi Negara dan dalam jangka panjang kebebasan tersebut akan mewujudkan
pertumbuhan yang teguh dan di ungkapkan kembali oleh Adam Smith apabila
pemerintah tidak secara aktif terlibat dalam mempengaruhi kegiatan ekonomi maka
perekonomian tersebut akan dengan sendirinya mengatur dan membuat penyesuaian
di dalam berbagai aspek kegiatan Ekonomi.Maka dengan demikian Pasar yang telah
hadir di kalangan manusia dari beberapa abad yang silam hingga hari ini, itu
merupakan salah satu budaya atau tradisi di dalam suatu kelompok atau
masyarakat pada umumnya.
Pasar juga memiliki
ketergantungan khusus di dalam kalangan manusia yang di sebabkan factor
kebutuhan masyarakat pada umumnya. Perilaku Sosial pun sangat di perlukan pada
keberlangsungan aktivitas yang ada di pasar sehingga dari situ masyarakat dapat
menjalin lebih komunikatif pada pendekatan di antara Konsumen dan Produsen. Jadi,
Pasar sangatlah di perlukan di dalam kehidupan sehari – hari demi memenuhi
kebutuhan Primer, sekunder dan Tersier. Dan pasar juga sangat tergantung dengan
sistem pemerintahan untuk menstabilkan harga dalam transaksi jual beli.
Pasar ialah sebagai
serangkaian sistem (tidak hanya sebatas tempat) yang bisa mengatur kepentingan
pihak pembeli terhadap kepentingan pihak penjual. Sistem tersebut sebagai
aturan atas berbagai segmen, yakni semua pihak terkait seperti pembeli dan
penjual, barang dagangan, serta peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang
disepakati. Pasar mempunyai tiga fungsi yakni: fungsi distribusi, fungsi
pembentukan harga, dan fungsi promosi. Dalam aktifitas distribusi, pasar
berfungsi memperpendek jarak antara konsumen dengan produsen dalam melaksanakan
transaksi. Pasar juga bertindak dengan mempermudah penyaluran barang dan jasa
dari produsen kepada konsumen. Pasar berfungsi sebagai pembentuk harga pasar,
yakni kesepakatan harga antara penjual dan pembeli. Kemudian fungsi promosi
merupakan peranan pasar yang sering dilihat, dapat dilakukan dengan cara
memasang spanduk, membagikan brosur, membagikan sampel dan lain – lain. Pasar
menurut struktur dibedakan menjadi tiga macam yaitu pasar persaingan sempurna
(pasar kompetitif), pasar monopoli, dan pasar oligopoly.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang pembahasan makalah ini, penulis berinisiatif membahas beberapa
persoalan dalam tema ini, yaitu :
1.
Apakah pengertian dari
pasar persaingan sempurna, pasar monopoli, dan pasar oligopoly?
2.
Bagaimana kondisi pasar
monopoli dari segi etika bisnis?
3.
Bagaimana etika bisnis
di dalam pasar kompetitif sempurna?
4.
Bagaimana cara
berkompetisi di pasar global?
1.3 Tujuan Penulisan
Makalah
Dengan pemilihan tema
ini diharapkan para pembaca dan penulis sendiri mampu mengerti apa itu pasar
persaingan sempurna, pasar monopoli dan pasar oligopoly. Serta mengetahui apa
saja etika bisnis yang ada di pasar kompetitif.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
PASAR PERSAINGAN SEMPURNA, MONOPOLI DAN OLIGOPOLI
A.
Pasar Persaingan
Sempurna
Pasar persaingan
sempurna adalah suatu pasar dimana terdapat banyak penjual dan pembeli, barang
yang didagangkan adalah barang homogen atau barang yang sama dan penjual tidak
memiliki kebebasan dalam menentukan harga. Dalam pasar persaingan sempurna
produsen bisa keluar dan masuk pasar dengan sangat mudah. Dilihat dari
persaingan diuar harga, pasar persaingan sempurna tidak memiiki persaingan di
luar harga.
Persaingan sempurna/Perfect Competition adalah
karakter industri dimana
· Terdapat banyak penjual yang
menyediakan barang/jasa yang sama kepada
banyak pembeli.
· Tidak ada pembatasan untuk masuk dan keluar dari industri.
· Perusahaan yang sudah lama tidak memiliki kelebihan apapun
dibandingkan dengan perusahaan yang baru.
· Informasi sempurna tentang harga bagi konsumen dan produsen.
Persaingan sempurna terbentuk jika:
·
Minimum
efficient scale dari perusahaan yang ada terlalu kecil dibandingkan market
demand sehingga dimungkinkan hadirnya banyak perusahaan.
·
Dan setiap
perusahaan dipersepsikan sebagai produsen barang/jasa yang tidak unik/konsumen
tidak peduli dari penjual mana mendapatkan barang/jasa.
Dalam persaingan sempurna, setiap
perusahaan merupakan price taker. Sebuah perusahaan price takertidak dapat mempengaruhi
harga dari barang/jasa di sebuah industri. Dengan kata lain tidak satu
perusahaan pun yang dapat mempengaruhi harga, mereka harus mengambil harga
pasar. Produk setiap perusahaan adalah perfect substitute untuk
perusahaan lain, sehingga permintaan untuk setiap perusahaan bersifat perfectly
elastic.
B.
Monopoli
PasarMonopoli adalah kondisi pasar dimana hanya ada satu pelaku
bisnis atau perusahaan yang menjual produk atau komoditas tertentu dana dan hambatan
bagi perusahaan atau pelaku bisnis untuk masuk ke dalam bisnis tersebut.
Potensi Pasar Monopoli untuk Tidak Ber-etika
·
Dapat berproduksi pada
tingkat produksi
yang sebenarnya belum
optimal
·
Penentuan harga dapat tidak
wajar, sehingga keuntungan terlalu tinggi
·
Konsumen dapat membeli produk
dengan harga yang lebih mahal
·
Karyawan dapat menerima gaji
yang lebih kecil
·
Tidak jarang menutup
kemungkinan pihak lain untuk berusaha yang sama
Ciri-ciri dari pasar monopoli antara
lain:
1. Pasar Monopoli Adalah Industri Satu
Perusahaan
Sifat ini sudah secara jelas dilihat
dari definisi monopoli di atas, yaitu hanya ada satu saja perusahaan dalam
industri tersebut. Barang atau jasa yang dihasilkannya tidak dapat dibeli dari
tempat lain. Para pembeli tidak mempunyai pilihan lain, kalau mereka
menginginkan barang tersebut maka mereka harus membeli dari perusahaan monopoli
tersebut.
2. Tidak Mempunyai Barang Pengganti yang
Mirip
Barang yang dihasilkan perusahaan
tidak monopoli tidak dapatdigantikan oleh barang lain yang ada dalam pasar. Barang tersebut
merupakan satu-satunya jenis barang yang seperti itu dan tidak terdapat barang mirip (close
substitute) yang dapat menggantikan barang tesebut.
3. Tidak Terdapat Kemungkinan untuk Masuk
ke dalam Industri
Sifat ini merupakan
sebab utama yang menimbulkan perusahaan yang mempunyai kekuasaan monopoli.
Adanya hambatan kemasukan yang sangat tangguh menghidarkanberlakunyakeadaan
yang seperti itu. Ada beberapa bentuk hambatan kemasukan dalam pasar monopoli.
Ada yang bersifat legal yaitu dibatasi dengan undang-undang. Ada yang bersifat
teknologi yaitu teknologi yang digunakan sangat canggih dan tidak mudah
dicontoh. Dan ada pula yang bersifat keuangan yaitu modal yang diperlukan
sangat besar.
4. Dapat Mempengaruhi Penentuan Harga
Karena perusahaan monopoli merupakan
satu-satunya penjual di dalam pasar maka, perusahaan monopoli dipandang sebagai
penentu harga atau price setter. Dengan mengadakan pengendalian ke atas
produksi dan jumlah barang yang ditawarkan perusahaan monopoli dapat menentukan
harga pada tingkat yang dikendakinya.
5. Promosi Iklan Kurang Diperlukan
Karena perusahaan monopoli adalah
satu-satunya perusahaan di dalam industri, ia tidak perlu mempromosikan
barangnya dengan menggunakan iklan. Walau bagaimanapun perusahaan monopoli
dering membuat iklan. Iklan tersebut bukalah bertujuan untuk menarik pembeli,
tetapi untuk memelihara hubungan baik dengan masyarakat.
C.
OLIGOPOLI
Pasar
oligopoli adalah struktur pasar dimana hanya
terdapat beberapa perusahaan besar (2-10 perusahaan besar) yang menguasai
pasar. Struktur pasar ini paling menarik dan sangat sulit bagi manager yang
memimpin perusahaan yang beroperasi di pasar oligopoli, karena setiap keputusan
perubahan harga yang akan dibuat oleh manajer satu peruahaan akan berpengaruh
terhadap keputusan yang dibuat oleh perusahaan lainnya. Dan keputusan dari
perusahaan lain ini akan berdampak pada perusahaan yang mengambil keputusan mula-mula.
Dalam pasar oligopolI produk setiap perusahaan hanya sedikit berbeda (differentiated
product) atau bisa juga homogen dengan perusahaan lain. Sebagai contoh : bila
satu perusahaan menaikkan/menurunkan harga, apakah perusahaan lain juga akan
ikut menaikkan harga/menurunkan harga atau perusahaan pesaing akan tetap
bertahan pada harga yang lama. Ini tentu akan berdampak pada tidak
terjual/terjualnya barang yang diproduksi oleh perusahaan yang menaikkan
harga/menurunkan harga barangnya.
Jadi, setiap manajer harus selalu waspada terhadap respon yang
timbul dari perusahaan yang lain akibat keputusan yang dibuat olehnya.
2.2 DIMENSI ETIKA
BISNIS
Etika didefinisikan
sebagai penyelidikan terhadap alam dan ranah moralitas dimana istilah moralitas
dimaksudkan untuk merujuk pada ‘penghakiman’ akan standar dan aturan tata laku
moral. Etika juga bisa disebut sebagai studi filosofi perilaku manusia dengan
penekanan pada penentuan apa yang dianggap salah dan benar. Dari definisi itu
kita bisa mengembangkan sebuah konsep etika bisnis. Tentu sebagian kita akan
setuju bila standar etika yang tinggi membutuhkan individu yang punya prinsip
moral yang kokoh dalam melaksanakannya.
Namun, beberapa aspek
khusus harus dipertimbangkan saat menerapkan prinsip etika ke dalam bisnis.
Pertama, untuk bisa bertahan, sebuah bisnis harus mendapatkan keuntungan. Jika
keuntungan dicapai melalui perbuatan yang kurang terpuji, keberlangsungan
perusahaan bisa terancam. Banyak perusahaan terkenal telah mencoreng reputasi
mereka sendiri dengan skandal dan kebohongan. Kedua, sebuah bisnis harus dapat
menciptakan keseimbangan antara ambisi untuk mendapatkan laba dan kebutuhan
serta tuntutan masyarakat sekitarnya. Memelihara keseimbangan seperti ini
sering membutuhkan kompromi atau bahkan ‘barter’.
Tujuan etika bisnis
adalah menggugah kesadaran moral para pelaku bisnis dalam menjalankan
good business dan tidak melakukan ‘monkey business’ atau
dirty business. Etika bisnis mengajak para pelaku bisnis mewujudkan citra
dan manajemen bisnis yang etis agar bisnis itu pantas dimasuki oleh
semua orang yang mempercayai adanya dimensi etis dalam dunia bisnis.
Hal ini sekaligus menghalau citra buruk dunia bisnis sebagai kegiatan yang
kotor, licik, dan tipu muslihat. Kegiatan bisnis mempunyai implikasi etis dan
oleh karenanya membawa serta tanggung jawab etis bagi pelakunya.
Berbisnis dengan etika
adalah menerapkan aturan umum mengenai etika pada perilaku bisnis. Etika bisnis
menyangkut moral, kontak sosial, hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip dan
aturan-aturan. Jika aturan secara umum mengenai etika mengatakan bahwa berlaku
tidak jujur adalah tidak bermoral dan beretika, maka setiap insan bisnis yang
tidak berlaku jujur dengan pegawainya, pelanggan, kreditur, pemegang usaha
maupun pesaing dan masyarakat, maka ia dikatakan tidak etis dan tidak bermoral.
Intinya adalah bagaimana kita mengontrol diri kita sendiri untuk dapat
menjalani bisnis dengan baik dengan cara peka dan toleransi. Dengan kata lain,
etika bisnis ada untuk mengontrol bisnis agar tidak tamak.
Pelanggaran etika bisa terjadi di mana saja, termasuk dalam dunia bisnis. Untuk meraih keuntungan, masih banyak perusahaan yang melakukan berbagai pelanggaran moral. Praktik curang ini bukan hanya merugikan perusahaan lain, melainkan juga masyarakat dan negara. Praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) tumbuh subur di banyak perusahaan.
Pelanggaran etika bisa terjadi di mana saja, termasuk dalam dunia bisnis. Untuk meraih keuntungan, masih banyak perusahaan yang melakukan berbagai pelanggaran moral. Praktik curang ini bukan hanya merugikan perusahaan lain, melainkan juga masyarakat dan negara. Praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) tumbuh subur di banyak perusahaan.
Dari mana upaya
penegakkan etika bisnis dimulai? Etika bisnis paling gampang diterapkan di
perusahaan sendiri. Pemimpin perusahaan memulai langkah ini karena mereka
menjadi panutan bagi karyawannya. Selain itu, etika bisnis harus dilaksanakan
secara transparan. Pemimpin perusahaan seyogyanya bisa memisahkan perusahaan
dengan milik sendiri. Dalam operasinya, perusahaan mengikuti aturan berdagang
yang diatur oleh tata cara undang-undang.
Etika bisnis tidak akan dilanggar jika ada aturan dan sanksi. Kalau semua tingkah laku salah dibiarkan, lama kelamaan akan menjadi kebiasaan. Repotnya, norma yang salah ini akan menjadi budaya. Oleh karena itu bila ada yang melanggar aturan diberikan sanksi untuk memberi pelajaran kepada yang bersangkutan. Ada tiga sasaran dan ruang lingkup pokok etika bisnis. Pertama, etika bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai prinsip, kondisi, dan masalah yang terkait dengan praktek bisnis yang baik dan etis. Dengan kata lain, etika bisnis pertama-tama bertujuan untuk menghimbau para pelaku bisnis untuk menjalankan bisnis secara baik dan etis.
Etika bisnis tidak akan dilanggar jika ada aturan dan sanksi. Kalau semua tingkah laku salah dibiarkan, lama kelamaan akan menjadi kebiasaan. Repotnya, norma yang salah ini akan menjadi budaya. Oleh karena itu bila ada yang melanggar aturan diberikan sanksi untuk memberi pelajaran kepada yang bersangkutan. Ada tiga sasaran dan ruang lingkup pokok etika bisnis. Pertama, etika bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai prinsip, kondisi, dan masalah yang terkait dengan praktek bisnis yang baik dan etis. Dengan kata lain, etika bisnis pertama-tama bertujuan untuk menghimbau para pelaku bisnis untuk menjalankan bisnis secara baik dan etis.
Kedua, menyadarkan
masyarakat, khususnya konsumen, buruh, atau karyawan dan masyarakatluas pemilik
aset umum semacam lingkungan hidup, akan hak dan kepentingan mereka yang tidak
boleh dilanggar oleh praktik bisnis siapapun juga. Pada tingkat ini, etika
bisnis berfungsi menggugah masyarakat bertindak menuntut para pelaku bisnis
untuk berbisnis secara baik.
Ketiga, etika bisnis juga berbicara mengenai sistem ekonomi yang sangat menentukan etis tidaknya suatu praktek bisnis. Dalam hal ini, etika bisnis lebih bersifat makro atau lebih tepat disebut etika ekonomi. Dalam lingkup makro semacam ini, etika bisnis bicara soal monopoli, oligopoli, kolusi, dan praktik semacamnya yang akan sangat mempengaruhi, tidak saja sehat tidaknya suatu ekonomi, melainkan juga baik tidaknya praktik bisnis dalam sebuah negara.
Ketiga, etika bisnis juga berbicara mengenai sistem ekonomi yang sangat menentukan etis tidaknya suatu praktek bisnis. Dalam hal ini, etika bisnis lebih bersifat makro atau lebih tepat disebut etika ekonomi. Dalam lingkup makro semacam ini, etika bisnis bicara soal monopoli, oligopoli, kolusi, dan praktik semacamnya yang akan sangat mempengaruhi, tidak saja sehat tidaknya suatu ekonomi, melainkan juga baik tidaknya praktik bisnis dalam sebuah negara.
2.3 Etika dan Pasar
Kompetitif Sempurna
Pasar bebas kompetitif sempurna mencakup kekuatan-kekuatan yang
mendorong pembeli dan penjual menuju apa yang disebut titik keseimbangan.
Dalam hal ini pasar dikatakan mampu mencapai tiga moral utama :
a.Mendorong pembeli dan penjual mempertukarkan barang dalam cara
yang adil.
b.Memaksimalkan utilitas pembeli dan penjual dengan mendorong
mereka mengalokasikan, menggunakan, dan mendistribusikan barang-barang dengan
efisiensi sempurna.
c.Mencapai tujuan-tujuan tersebut dengan suatu cara yang menghargai
hak pembeli dan penjual untuk melakukan pertukaran secara bebas.
Untuk memahami aspek dari pasa kompetitif sempurna, kita perlu
mempertimbangkan apa yangterjadi dalam pasar, namun dalam suatu system
perekonomian yang terdiri dari suatu system daribanyak pasar. Sistem pasar
dikatakan efisiensi sempurna jika semua barang dalam semua pasar dialokasikan,
digunakan dan didistribusikan dengan suatu cara yang menghasilkan tingkat
kepuasan paling tinggi dari barang-barang tersebut. Sistem pasar kompetitif
sempurna mencapai efisiensi tersebut dalam 3 cara :
(1) Pasar kompetitif
sempurna memotivasi perusahaan untuk menginvestasikan sumber daya mereka dalam industri-industri
yang tingkat permintaannya tinggi dan mengalihkan sumber daya dari
industri-industri yang permintaannya rendah.
(2) Pasar kompetitif
sempurna mendorong perusahaan untuk meminimalkan sumber daya dikonsumsikan
untuk memproduksi suatu komoditas dan menggunakan teknologi paling efisien yang
tersedia.
(3) Pasar kompetitif
sempurna mendistribusikan komoditas diantara para pembeli dalam suatu cara
dimana semua pembeli menerima komoditas yang paling memuaskan yang dapat mereka
peroleh, dalam kaitannya dengan komoditas yang tersedia bagi mereka serta uang
yang mereka miliki untuk membelinya.
(4) Pasar
kompetitif sempurna mampu menciptakan keadilan kapitalis danmemaksimalkan
utilitas dalam suatu cara yang menghargai hak pembeli dan penjual.
2.4 Kompetisi pada pasar ekonomi global
Kompetisi adalah kata kerja intransitive yang berarti tidak
membutuhkan objek sebagai korban kecuali ditambah dengan pasangan kata lain
seperti against (melawan), over (atas), atau with(dengan). Menurut Chaplin
(1999), kompetisi adalah saling mengatasi dan berjuang antara dua individu,
atau antara beberapa kelompok untuk memperebutkan objek yang sama. Sedangkan
global menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI), dapat diartikan sebagai
/bersangkut paut mengenai atau meliputi seluruh dunia.
Kompetisi global merupakan bentuk persaingan yang mengglobal, yang
melibatkan beberapa Negara. Dalam persaingan itu, maka dibutuhkan trik dan
strategi serta teknologi untuk bisa bersaing dengan Negara-negara lainnya.
Disamping itu kekuatan modal dan stabilitas nasional memberikan pengaruh yang
tinggi dalam persaingan itu. Dalam persaingan ini tentunya Negara-negara maju
sangat berpotensi dalam dan berpeluang sangat besar untuk selalu bisa eksis
dalam persaingan itu.
Hal ini disebabkan karena :
1. Teknologi yang dimiliki jauh lebih baik dari Negara-negara
berkembang.
2. Kemampuan modal yang memadai dalam membiayai persaingan global
sebagai wujud investasi mereka.
3. Memiliki masyarakat yang berbudaya ilmiah atau IPTEK.
Alasan-alasan di atas cenderung akan melemahkan Negara-negara yang
sedang berkembang dimana dari sisi teknologi, modal dan pengetahuan jauh lebih
rendah. Semakin menajamnya kompetisi perdagangan merupakan komponen utama dalam
tesis-tesis globalisasi konvensional dan hal ini telah diakui secara umum, meskipun sebenarnya kompetisi itu tidak hanya
terjadi dalam perdagangan, tetapi juga
dalam memperebutkan investasi.
Perusahaan-perusahaan
transnasional dan investasi modal global akan mencari daerah-daerah yang
menguntungkan dan menawarkan insentif yang lebih baik. Oleh karena itu, di era ekonomi global sekarang ini, tugas
pemerintahan negara nasional adalah menciptakan kondisi yang kondusif bagi investasi.
Untuk itu, para teoretikus telah mengembangkan berbagai wacana tentang
reformasi birokrasi publik atau pendefinisian kembali peran negara dalam
ekonomi. Tentunya, berbagai usaha ini diarahkan untuk menjawab tantangan yang
muncul akibat integrasi ekonomi nasional ke dalam ekonomi global. Hanya
ekonomi-ekonomi nasional yang efisien yang akan selamat dalam kompetisi, dan
ini hanya mungkin jika mereka mempunyai sistem pengambilan keputusan yang
transparan, akuntabel, responsif , dan melibatkan masyarakat luas. Dengan kata
lain, menurut pandangan ini, pemerintah yang besar (big government) dianggap
tidak kompetitif (Garret, 2000: 302).
2.5 Contoh
Kasus Pelanggaran Etika Bisnis
Perusahaan yang pernah melakukan pelanggaran etika bisnis dalam kasus
monopoli adalah PT.
Perusahaan Listrik Negara Persero (PT.
PLN). PT PLN merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki kewajiban
untuk menyediakan kebutuhan listrik di Indonesia. Namun faktanya, masih banyak
kasus di mana mereka malah justru merugikan masyarakat. Di satu sisi kegiatan monopoli mereka
dimaksudkan untuk kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai UUD 1945 Pasal 33, namun di sisi
lain, tindakan PT. PLN ini justru belum atau bahkan tidak menunjukkan kinerja
yang baik dalam pemenuhan kebutuhan listrik masyarakat.
Wacana mengenai krisis listrik ini sebenarnya telah muncul sejak awal
tahun 2002 atau akhir tahun 2001. Pada waktu itu hingga sekarang muncul
pemikiran untuk keterlibatan pihak swasta terhadap pengelolaan
ketenagalistrikan di Indonesia yang selama ini dimonopoli oleh PLN. Keadaan
krisis listrik yang parah ditunjukkan oleh fenomena listrik padam serentak
se-Jawa Bali pada Rabu, 20 Februari 2008 karena terjadi defisit pasokan listrik
hingga 1.044 MW. Saat itu, pemerintah bersiap untuk mengumumkan keadaan darurat
jika defisit mencapai 1.500 MW. Krisis listrik di Indonesia bisa dikatakan
sudah berada dalam tahap yang mengkhawatirkan. Di beberapa wilayah, tiada hari
tanpa pemadaman berlgilir. Sistem Jawa-Bali yang paling maju dan
terinterkoneksi juga masih sering mengalami masalah.
Krisis listrik memuncak saat PT.
Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN) memberlakukan pemadaman listrik secara
bergiliran di berbagai wilayah termasuk Jakarta dan sekitarnya, selama periode
11-25 Juli 2008. Hal ini diperparah oleh pengalihan jam operasional kerja
industri ke hari Sabtu dan Minggu, sekali sebulan. Semua industri di Jawa-Bali
wajib menaati, dan sanksi bakal dikenakan bagi industri yang membandel. Dengan
alasan klasik, PLN berdalih pemadaman dilakukan akibat defisit daya listrik
yang semakin parah karena adanya gangguan pasokan batubara pembangkit utama di
sistem kelistrikan Jawa-Bali, yaitu di pembangkit Tanjung Jati, Paiton Unit 1
dan 2, serta Cilacap. Namun, di saat yang bersamaan terjadi juga permasalahan
serupa untuk pembangkit berbahan bakar minyak (BBM) PLTGU Muara Tawar dan PLTGU
Muara Karang.
Minimnya pasokan
listrik sebagian besar dipicu stagnasi produksi PLN. PLN sebagai pemasok 90%
kebutuhan listrik nasional sulit meningkatkan produksi karena minimnya keuangan
perusahaan sehingga sulit diharapkan dapat melakukan ekspansi. Produksi PLN
yang sudah ada juga tidak optimal dan mahal karena sebagian besar pembangkit
sudah tua, boros bahan bakar, kekurangan pasokan energi primer, dan sering
mengalami kerusakan. PLN juga dikenal tidak efisien, seperti susut daya listrik
yang besar, mahalnya harga pembelian listrik swasta, tingginya kasus pencurian
listrih hingga korupsi. Stagnasi ini juga dipicu oleh pembangunan listrik yang
tidak bervisi ke depan akibat subsidi BBM regresif membuat sebagian besar
pembangkit PLN adalah pembangkit termal yang kini kian mahal. Selain mahal,
konversi energi bahan bakar fosil menjadi listrik juga sangat tidak efisien
(hanya sekitar 30%) dan tidak ramah lingkungan.
Hingga kini, sebagian besar
produksi listrik nasional masih mengandalkan bahan bakar fosil. Kodisi PLN yang
demikian ini akan menjadi semakin terpuruk apabila tidak dibenahi, karena
permintaan listrik akan terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk.
Pertumbuhan konsumsi listrik diperkirakan 8-10% per tahun hingga 2013. Dengan
demikian krisis yang disebabkan kesenjangan (gap) antara permintaan
dan pawaran sudah terprediksi sejak lama. Jika tidak ada tambahan kapasitas
yang berarti, krisis pada sistem Jawa-Bali dan sistem interkoneksi Sumatra
hanya tinggal menunggu waktu.
Beberapa dekade ini, fungsi PT. PLN sebagai pembangkit,
distribusi, dan transmisi listrik mulai dipecah. Swasta diizinkan
berpartisipasi dalam upaya pembangkitan tenaga listrik. Sementara untuk
distribusi dan transmisi tetap ditangani PT. PLN. Saat ini telah ada 27 Independent Power Producer di
Indonesia. Mereka termasuk Siemens, General Electric, Enron, Mitsubishi,
Californian Energy, Edison Mission Energy, Mitsui & Co, Black & Veath
Internasional, Duke Energy, Hoppwell Holding, dan masih banyak lagi. Tetapi
dalam menentukan harga listrik yang harus dibayar masyarakat tetap ditentukan
oleh PT. PLN sendiri. Artinya bahwa pihak swasta sangat dibutuhkan untuk ikut
serta dalam usaha penyediaan tenaga listrik di samping PLN sebagai salah satu
pelaksana kegiatan usaha penyediaan tenaha listrik di Indonesia. Hal ini
dilakukan dalam koridor kepentingan masyarakat luas terutama dalam hal
menetapkan tarif yang dapat dijangkau masyarakat sesuai dengan kemampuan
ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat.
Keberadaan PLN saat ini sangat
mendominasi dan memonopoli ketenagalistrikan di Indonesia. Tetapi keberadaannya
tersebut malah tidak mampu melayani masyarakat pengguna listrik tersebut
sementara keterlibatan swasta dalam bisnis listrik secara langsung (menjadi
kompetitor PLN) sulit dilakukan karena terdapat preseden putusan Mahkamah
Konstitusi (MK) No. 001-021-022/PUU-I/2003 yang menyatakan bahwa UU No. 20
Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan tidak memiliki kekuatan mengikat. UU No.
20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan memiliki perbedaan signifikan dengan UU
No. 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan yang lama.
Dalam UU No.20 Tahun 2002 dijelaskan bahwa semua
pelaku usaha diberikan kesempatan yang lebih luas untuk dapat masuk dalam usaha
penyediaan tenaga listrik. Selain itu hal yang cukup berbeda ialah bahwa
undang-undang ini telah mengatur hal-hal yang terkait dalam penerapan kompetisi
di wilayah-wilayah tertentu. Sesungguhnya melalui UU No. 20 Tahun 2002 tersebut
akan dimungkinkan keterlibatan swasta menjadi pelaku usaha yang menyediakan
listrik di Indonesia. Telaah terhadap putusan MK tersebut menjadi menarik
dikarenakan secara tidak langsung mendukung PLN dalam memonopoli
ketenagalistrikan di Indonesia padahal secara prediktif pada tahun 2003 telah
tergambar akan adanya krisis listrik disebabkan kemampuan PLN yang tidak cukup
untuk menjamin pasokan listrik se Indonesia. Oleh karena itu, makalah ini akan
mendeskripsikan persoalan monopoli yang dilakukan oleh PLN dalam perspektif
hukum anti monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
2.6 Analisis Kasus
Fungsi PT. PLN sebagai pembangkit, distribusi, dan
transmisi listrik mulai dipecah. Swasta diizinkan berpartisipasi dalam upaya
pembangkitan tenaga listrik. Sementara untuk distribusi dan transmisi tetap
ditangani PT. PLN. Saat ini telah ada 27 Independent Power Producer di
Indonesia. Mereka termasuk Siemens, General Electric, Enron, Mitsubishi,
Californian Energy, Edison Mission Energy, Mitsui & Co, Black & Veath
Internasional, Duke Energy, Hoppwell Holding, dan masih banyak lagi. Tetapi
dalam menentukan harga listrik yang harus dibayar masyarakat tetap ditentukan
oleh PT. PLN sendiri.
Krisis listrik memuncak saat PT. Perusahaan Listrik
Negara (PT. PLN) memberlakukan pemadaman listrik secara bergiliran di berbagai
wilayah termasuk Jakarta dan sekitarnya, selama periode 11-25 Juli 2008. Hal
ini diperparah oleh pengalihan jam operasional kerja industri ke hari Sabtu dan
Minggu, sekali sebulan. Semua industri di Jawa-Bali wajib menaati, dan sanksi
bakal dikenakan bagi industri yang membandel. Dengan alasan klasik, PLN
berdalih pemadaman dilakukan akibat defisit daya listrik yang semakin parah
karena adanya gangguan pasokan batubara pembangkit utama di sistem kelistrikan
Jawa-Bali, yaitu di pembangkit Tanjung Jati, Paiton Unit 1 dan 2, serta
Cilacap. Namun, di saat yang bersamaan terjadi juga permasalahan serupa untuk
pembangkit berbahan bakar minyak (BBM) PLTGU Muara Tawar dan PLTGU Muara
Karang.
Dikarenakan PT. PLN memonopoli kelistrikan nasional,
kebutuhan listrik masyarakat sangat bergantung pada PT. PLN, tetapi mereka
sendiri tidak mampu secara merata dan adil memenuhi kebutuhan listrik
masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya daerah-daerah yang kebutuhan
listriknya belum terpenuhi dan juga sering terjadi pemadaman listrik secara
sepihak sebagaimana contoh diatas. Kejadian ini menyebabkan kerugian yang tidak
sedikit bagi masyarakat, dan investor menjadi enggan untuk berinvestasi.
Dalam kasus ini teori etika bisnis yang di langgar oleh PT. PLN adalah :
1.
Teori etika
deontologi
Konsep teori etika deontologi ini
mengemukakan bahwa kewajiban manusia untuk bertindak secara baik, suatu
tindakan itu bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibat atau tujuan baik
dari tindakan itu, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai baik pada
dirinya sendiri dan harus bernilai moral karena berdasarkan kewajiban yang
memang harus dilaksanakan terlepas dari tujuan atau akibat dari tindakan itu.
Etika deontologi sangat menekankan motivasi, kemauan baik dan watak yang baik
dari pelaku.
Dalam kasus ini, PT. Perusahaan Listrik
Negara (Persero) sesungguhnya mempunyai tujuan yang baik, yaitu bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan listrik nasional. Akan tetapi tidak diikuti dengan perbuatan
atau tindakan yang baik, karena PT. PLN belum mampu memenuhi kebutuhan listrik
secara adil dan merata. Jadi menurut teori etika deontologi tidak etis dalam
kegiatan usahanya.
2.
Teori etika
teleologi
Berbeda dengan etika deontologi, etika teleologi justru mengukur baik
buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang akan dicapai dengan tindakan itu,
atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Dalam kasus ini,
monopoli di PT. PLN terbentuk secara tidak langsung dipengaruhi oleh Pasal 33
UUD 1945, dimana pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada pada
negara untuk kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. Maka PT. PLN dinilai etis bila ditinjau dari teori etika teleologi.
3.
Teori etika
utilitarianisme
Etika utilitarianisme adalah teori etika yang menilai suatu tindakan itu
etis apabila bermanfaat bagi sebanyak mungkin orang. Tindakan PT. PLN bila
ditinjau dari teori etika utilitarianisme dinilai tidak etis, karena mereka
melakukan monopoli. Sehingga kebutuhan masyarakat akan listrik sangat
bergantung pada PT. PLN.
Kesimpulan
Dari pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan
bahwa PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) telah melakukan tindakan
monopoli, yang menyebabkan kerugian pada masyarakat. Tindakan PT. PLN ini telah
melanggar Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Saran
Untuk memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat
secara adil dan merata, ada baiknya Pemerintah membuka kesempatan bagi investor
untuk mengembangkan usaha di bidang listrik. Akan tetapi Pemerintah harus tetap
mengontrol dan memberikan batasan bagi investor tersebut, sehingga tidak
terjadi penyimpangan yang merugikan masyarakat. Atau Pemerintah dapat
memperbaiki kinerja PT. PLN saat ini, sehingga menjadi lebih baik demi
tercapainya kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat banyak sesuai amanat UUD
1945 Pasal 33.
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar